Rabu, 25 April 2012

psikologi pendidikan


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Keberhasilan dalam melaksanakan suatu tugas merupakan dambaan setiap orang. Berhasil berarti terwujudnya harapan. Hal ini juga menyangkut segi efisiensi,  rasa percaya diri,  ataupun prestise.  Lebih-lebih bila keberhasian tersebut terjadi pada tugas atau aktivitas yang berskala besar.  Namun perlu disadari bahwa pada dasarnya setiap tugas atau aktivitas selalu berakhir pada dua kemungkinan : berhasil atau gagal.
Belajar merupakan tugas utama pelajar, di samping tugas-tugas yang lain. Keberhasilan dalam belajar bukan hanya diharapkan oleh pelajar yang bersangkutan, tetapi juga oleh orang tua, guru, dan juga masyarakat. Tentu saja yang diharapkan bukan hanya berhasil, tetapi berhasil secara optimal. Untuk itu diperlukan persyaratan yang memadai, yaitu persyaratan psikologis, biologis, material, dan lingkungan sosial yang kondusif.
Bila keberhasilan merupakan dambaan setiap orang, maka kegagalan juga dapat terjadi pada setiap orang. Beberapa wujud ketidak berhasilan siswa dalam belajar yaitu : memperoleh nilai jelek untuk sebagian atau seluruh mata pelajaran, tidak naik kelas, putus sekolah (dropout), dan tidak lulus ujian akhir.
Kegagalan dalam belajar sebagaimana contoh di atas berarti rugi waktu, tenaga, dan juga biaya. Dan tidak kalah penting adalah dampak kegagalam belajar pada rasa percaya diri. Kerugian tersebut bukan hanya dirasakan oleh yang bersangkutan tetapi juga oleh keluarga dan lembaga pendidikan. Oleh karena itu upaya mencegah atau setidak tidaknya meminimalkan, dan juga memecahkan kesulitan belajar melalui diagnosis kesulitan belajar siswa merupakan kegiatan yang perlu dilaksanakan.
B.    Rumusan masalah
1.        Apa definisi kesulitan belajar?
2.        Apa Faktor-Faktor penyebab kesulitan belajar?
3.        Bagaimana langkah-langkah diagnosis kesulitan belajar?
4.        Bagaimana cara-cara mengatasi kesulitan belajar?

C.    Tujuan dan Manfaat
1.        Mengetahui beberapa definisi kesulitan belajar.
2.        Mengetahui faktor-faktor penyebab kesulitan belajar.
3.        Mengetahui bagaimana langkah-langkah diagnosis kesulitan belajar.
4.        Mengetahui bagaimana cara-cara mengatasi kesulitan belajar.















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Kesulitan Belajar
Aktivitas belajar bagi setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung sacara wajar. Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak, kadang-kadang cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa sulit. Dalam hal semangat terkadang semangatnya tinggi, tetapi terkadang juga sulit untuk mengadakan konsetrasi.
Setiap individu memang tidak ada yang sama. Perbedaan individual ini pulalah yang menyebabkan perbedaan tingkat laku belajar di kalangan anak didik. “Dalam keadaan dimana anak didik/siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinyta, itulah yang disebut dengan “kesulitan belajar”.[1]
Kesulitan  belajar adalah suatu kondisi di mana anak didik tidak dapat belajar secara wajar, disebabkan adanya ancaman , hambatan, ataupun gangguan dalam belajar.[2]
Ada beberapa pendapat mengenai pengertian kesulitan belajar. Blassic dan Jones, sebagaimana dikutip oleh Warkitri ddk. (1990 : 8.3), menyatakan bahwa kesulitan belajar adalah terdapatnya suatu jarak antara prestasi akademik yang diharapkan dengan prestasi akademik yang diperoleh. Mereka selanjutnya menyatakan bahwa individu yang mengalami kesulitan belajar adalah individu yang normal inteligensinya, tetapi menunjukkan satu atau beberapa kekurangan penting dalam proses belajar, baik persepsi, ingatan, perhatian, ataupun fungsi motoriknya.[3]
Kesulitan belajar (Learning Difficulty) adalah suatu kondisi dimana kompetensi atau prestasi yang dicapai tidak sesuai dengan kriteria standar yang telah ditetapkan. Kondisi yang demikian umumnya disebabkan oleh faktor biologis atau fisiologis, terutama berkenaan dengan kelainan fungsi otak yang lazim disebut sebagai kesulitan belajar spesifik, serta faktor psikologis yaitu kesulitan belajar yang berkenaan dengan rendahnya motivasi dan minat belajar.[4]

B.    Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Belajar
Secara umum penyebab kesulitan belajar siswa adalah : (1) faktor intern siswa, mencakup segala keadaan yang muncul dari dalam siswa sendiri, yang meliputi : Faktor fisiologi dan Faktor psikologi,  dan (2) faktor ekstern yang mencakup dari segala keadaan yang berasal dari luar diri siswa, yang meliputi: Faktor-Faktor Non Sosial dan Faktor-Faktor Sosial.[5]
Pertama, faktor intern siswa, yakni meliputi gangguan atau kekurang mampuan psiko fisik siswa, yakni; kognitif, afektif, psikomotorik.
Faktor fisiologi berhubungan dengan fisik siswa, kondisi-kondisi fisiologis itu terbagi menjadi dua: kondisi fisiologis yang permanen dan kondisi fisiologis temporer. Kondisi fisiologis yang permanen diantaranya intelegensi yang terbatas, hambatan penglihatan dan pendengaran,serta masalah presepsi. Sedangkan kondisi-kondisi fisiologis temporer diantaranya, masalah makanan, kecanduan (drug), dan kecapaian.[6]
Kedua faktor ekstern siswa, faktor ini meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan siswa yang tidak kondusif bagi terwujudnya aktivitas-aktivitas belajar:
1.        Lingkungan keluarga, seperti ketidak harmonisan keluarga, rendahnya tingkat ekonomi. Keluarga adalah lembaga pendidikan informal (luar sekolah) yang diakui keberadaannya dalam dunia pendidikan. Perannya tidak kalah pentingnya dari lembaga formal dan non-formal. Bahkan sebelum anak didik memasuki suatu sekolah dia sudah mendapatkan pendidikan dalam keluarga yang bersifat kodrati. Hubungan darah antara kedua orang tua dengan anak menjadikan keluarga sebagai lembaga pendidikan yang alami.Walaupun anak sudah masuk sekolah, tetapi harapan masih digantungkan kepada keluarga untuk memberikan pendidikan dan memberikan suasana sejuk dan menyenangkan bagi belajar anak dalam belajar dirumah. Keharmonisan hubungan keluarga serumah merupakan syarat mutlak yang harus ada didalamnya. Sistem kekerabatan yang baik merupakan jaringan sosial yang menyenangkan bagi anak. Demi keberhasilan anak belajar, berbagai kebutuhan belajar anak diperhatikan dan dipenuhi meskipun dalam bentuk dan jenis yang sederhana.[7]
2.        Lingkungan masyarakat, seperti lingkungan yang kumuh, teman yang nakal. Lingkungan sosial seperti: teman bergaul, teman bergaul pengaruhnya sangat besar dan lebih cepat masuk dalam jiwa anak. Apabila anak suka bergaul dengan mereka yang tidak sekolah, maka ia akan malas belajar, sebab cara hidup anak yang bersekolah berlainan dengan anak yang tidak bersekolah. Kewajiban orang tua adalah mengawasi mereka serta mencegahnya agar mengurangi pergaulan dengan mereka. Lingkungan tetangga. Corak kehidupan tetangga, misalnya suka main judi minum arak, menganggur, pedagang, tidak suka belajar, akan mempengaruhi anak-anak yang bersekolah. Aktivitas dalam masyarakat terlalu banyak berorganisasi, kursus ini itu, akan menyebabkan belajar anak menjadi terbengkalai. Orang tua harus mengawasi, agar kegiatan ekstra di luar belajar dapat diikuti tanpa melupakan tugas belajarnya. Dengan kata lain agar belajarnya sukses dan kegiatan lain dapat berjalan.
3.        Lingkungan sekolah, gedung sekolah yang buruk, dekat pasar, kondisi guru dan alat-alat belajar yang berkualitas rendah.[8]
Yang dimaksud sekolah, antara lain: Guru.  Pribadi guru yang kurang baik, guru tidak berkualitas, baik dalam pengambilan metode yang digunakan ataupun dalam penguasaan mata pelajaran yang dipegangnya kurang sesuai, sehingga kurang menguasai, atau kurang persiapan, sehingga cara menerangkan kurang jelas, sukar dimengerti oleh setiap anak didik. Hubungan guru dengan anak didik kurang harmonis. Hal ini bermula pada sifat dan sikap guru yang tidak disenangi oleh anak didik. Misalnya, guru bersikap kasar, suka marah, suka mengejek, tak pernah senyum, tak suka membantu anak, suka membentak, dan sebagainya. Guru-guru menuntut standar pelajaran di atas kemampuan anak. Hal ini biasanya terjadi pada guru yang masih muda yang belum berpengalaman, sehingga belum dapat mengukur kemampuan anak didik. Karenanya hanya sebagian kecil anak didik dapat berhasil dengan baik dalam belajar. Guru tidak memiliki kecakapan  dalam usaha diagnosis kesulitan belajar. Misalnya dalam bakat, minat, sifat, kebutuhan anak-anak, dan sebagainya.[9]
Faktor alat : alat pelajaran yang kurang lengkap membuat penyajian pelajaran yang tidak baik. Terutama pelajaran yang bersifat praktikum, kurangnya alat laboraturium akan banyak menimbulkan kesulitan dalam belajar. Kemajuan teknologi membawa perkembangan pada alat-alat pelajaran/pendidikan, sebab yang dulu tidak ada sekarang menjadi ada. Misalnya: mikroskop, gelas ukuran, teleskop, everhed proyektor, slide dan lain-lain. Timbulnya alat itu menentukan: perubahan metode mengajar guru,  segi dalamnya ilmu pengetahuan pada pikiran anak, memenuhi tuntutan dari bermacam-macam tipe anak. Tiadanya alat-alat itu guru cenderung menggunakan metode ceramah yang menimbulkan kepasifan bagi anak, sehingga tidak mustahil timbul kesulitan belajar.[10]
Kondisi gedung, terutama ditunjukkan pada ruang kelas/ruangan tempat belajar anak. Ruangan harus memenuhi syarat kesehatan seperti: ruangan harus berjendela, ventilasi cukup, udara segar dapat masuk ruangan, sinar dapat menerangi ruangan,  dinding harus bersih, putih, tidak terlihat kotor, lantai tidak becek, licin atau kotor, keadaan gedung yang jauh dari tempat keramaian (pasar, bengkel, pabrik, dan lain-lain) sehingga anak mudah konsentrasi dalam belajarnya. Apabila beberapa hal diatas tidak terpenuhi, misalnya gedung dekat keramaian, ruangan gelap, lantai basah, ruangan sempit, maka situasi belajar akan kurang baik. Anak-anak selalu gaduh, sehingga memungkinkan pelajaran terhambat.
Faktor   sosial juga terbagi menjadi dua yakni kondisi-kondisi lingkungan sosial yang permanen dan kondisi-kondisi lingkungan yang temporer . Kondisi lingkungan permanen diantaranya harapan orang tua yang tinggi, dan konflik keluarga. Sedangkan kondisi lingkungan temporer meliputi ada bagian – bagian dalam urutan belajar yang kurang dipahami dan persaingan interes.[11]
Selain faktor-faktor yang bersifat umum  di atas, ada pula faktor-faktor lain yang juga menimbulkan kesulitan belajar anak  didik. Faktor-faktor ini dipandang sebagai faktor khusus. Misalnya sindrom psikologis berupa learning disability (ketidakmampuan belajar) . sindrom (syndrome) berarti satuan gejala yang muncul sebagai indikator adanya keabnormalan psikis yang menimbulkan kesulitan belajar anak didik. Sindrom itu misalnya disleksia (dyslexia), yaitu ketidak mampuan belajar membaca , disgrafia (dysgraphia), yaitu ketidakmampuan menulis, diskalkulia (dyscalculia), yaitu ketidak mampuan belajar matematika.[12]
Umumnya siswa yang mengalami gangguan ini mamiliki IQ yang normal, bahkan diatas rata-rata. Mungkin hanya disebabkan oleh adanya minimal brain dysfunction, yaitu gangguan ringan pada otak.
Dalam kamus pendidikan, Smith menambahkan faktor metode mengajar dan belajar , masalah sosial dan emosional , intelek dan mental.[13]  Metode mengajar guru yang dapat menimbulkan kesulitan belajar, antara lain: Metode mengajar yang mendasarkan diri pada latihan mekanis tidak didasarkan pada pengertian.Guru dalam mengajar tidak menggunakan alat peraga yang memungkinkan semua alat inderanya berfungsi. Metode mengajar yang menyebabkan murid pasif, sehingga anak tidak  ada aktifitas. Hal ini bertentangan dengan dasar psikologis, sebab pada dasarnya individu itu makhluk dinamis. Metode mengajar tidak menarik, kemungkinan materinya tinggi, atau tidak menguasai bahan. Guru hanya menggunakan satu metode saja dan tidak  bervariasi.

C.            Langkah-langkah Diagnosis Kesulitan Belajar
Diagnosis dilakukan dalam rangka memberikan solusi terhadap siswa yang mengalami kesulitan belajar.[14] Dalam melakukan diagnostik, perlu ditempuh langkah-langkah sebagai berikut:
1.   Melakukan observasi kelas.
Cara memperoleh data dengan langsung mengamati terhadap objek. Observasi mencatat gejala-gejala yang tampak pada diri subjek, kemudian diseleksi untuk dipilih yang sesuai dengan tujuan pendidikan.[15]
2.   Memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa khususnya yang diduga mengalami kesulitan belajar.
3.   Mewawancarai orang tua atau wali untuk mengetahui hal-hal keluarga siswa yang mungkin menimbulkan kesulitan belajar.  Untuk menyelidiki murid yang mengalami kesulitan belajar, interview bisa dilaksanakan secara langsung atau tidak langsung. Langsung artinya kepada murid yang diselidiki, tidak lansung artinya kepada orang-orang yang tau tentang keadaan diri si anak.
4.   Memberikan tes diagnostik bidang kecakapan tertentu untuk mengetahui hakekat kesulitan belajar yang dialami siswa.
5.   Dokumentasi, adalah cara mengetahui sesuatu dengan melihat catatan-catatan, arsip-arsip,dokumen-dokumen yang berhubungan dengan orang yang diselidiki.[16] Untuk mengenal murid yang mengalami kesulitan belajar bisa melihat:
a.        Riwayat hidupnya.
b.        Kehadiran murid di dalam mengikuti pelajaran.
c.        Memiliki daftar pribadinya.
d.        Catatan hariannya.
e.        Catatan kesehatannya.
f.         Daftar hadir di sekolah.
g.        Kumpulan ulangan.
h.        Rapor, dan lain-lain.
Setelah data terkumpul kemudian diseleksi, tinggal data-data yang diperlukan. Untuk dapat mengatakan murid mana yang mengalami kesulitan belajar, diperlukan patokan kesulitan belajar.
6.   Memberikan tes IQ khususnya kepada siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar.
Kesemua langkah diatas dapat dilakukan oleh guru, kecuali tes IQ orang tua atau guru perlu mendatangkan ahli psikologi , apabila ditemukan siswa yang mamiliki IQ rendah (dibawah normal) atau yang disebut tuna grahita, orang tua sepatutnya mangirim anaknya ke lembaga pandidikan khusus (sekolah luar biasa).[17]

D.    Cara Mengatasi Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar merupakan masalah yang cukup kompleks dan sering membuat orangtua bingung mencari penyelesaiannya. Kesulitan belajar banyak ditemukan pada anak usia sekolah. Pola belajar anak, memang dibentuk saat di sekolah dasar. Sesuai dengan masanya ia mengalami perkembangan mental dan pembentukan karakternya.[18]
Pada pembahasan langkah-langkah diagnosis sebelumnya, sudah dibahas beberapa langkahnya dan salah satunya yakni tes IQ. Berkenaan dengan tes IQ ini, apabila hasil tes menunjukkan anak (siswa) yang mengalami kesulitan belajar karena ber-IQ rendah (di bawah normal) atau yang disebut tuna grahita, orang tua hendaknya mengirim anak (siswa) tersebut ke lembaga pendidikan khusus (sekolah luar biasa). Keharusan mengirim anak-anak (siswa) yang ber-IQ di bawah normal ke sekolah luar biasa, karena di sekolah biasa tidak tersedia guru atau pendidik dan kemudian belajar khusus bagi anak-anak tersebut.[19]
Selanjutnya, apabila hasil diagnosis belajar menunjukkan bahwa anak-anak atau siswa menunjukkan misbehavior berat atau maladaptif, seperti perilaku agresif yang berpotensi anti sosial atau kecanduan narkoba, perlu dilakukan secara khusus pula. Cara yang dilakukan misalnya dengan memasukkan mereka ke lembaga atau panti rehabilitas anak-anak atau ke pondok pesantren khusus yang menangani pecandu narkoba.
Bagi anak-anak atau siswa, setelah melalui diagnosis kesulitan belajar, apabila ternyata hasilnya menunjukkan bahwa yang bersangkutan mengalami dyslexia (ketidakmampuan belajar membaca), dysgraphia (ketidakmampuan belajar menulis) dan dyscalculia (ketidakmampuan belajar matematika), guru dan orang tua dianjurkan untuk memanfaatkan support teacher (guru pendukung). Guru khusus ini biasanya bertugas menangani para siswa pengidap sindrom-sindrom di atas di samping melakukan remedial teaching (pengajaran perbaikan). Kendalanya adalah, di sekolah-sekolah kita umumnya belum tersedia support teacher, sebagaimana di Negara-negara maju.[20]
Alternatif yang bisa dilakukan apabila di sekolah-sekolah belum atau tidak ada support teacher, orang tua siswa bisa berhubungan dengan biro konsultasi psikologi dan pendidikan yang biasanya terdapat pada fakultas-fakultas psikologi dan fakultas keguruan yang ada. Cara lain, orang tua juga bisa memanfaatkan tenaga para rohaniawan (alim ulama atau ustadz) guna dimintai nasihatnya dalam mengatasi perilaku anak yang menyimpang dari norma-norma agama islam.
Kemudian perhatikan kebutuhan anak penderita gangguan belajar saat memberi pelajaran , jelaskan tujuan dari pelajaran. Sajikan secara visual di papan tulis atau dengan proyektor. Petunjuk yang anda berikan harus sejelas mungkin. Terangkan kepada mereka secara lisan. Gunakan contoh konkret  untuk mengilustrasikan konsep-konsep abstrak.[21]
Sediakan akomodasi (accommodation) untuk ujian dan penugasan. Ini bisa dengan mengubah lingkungan akademik sehingga anak bisa menunjukkan apa yang mereka ketahui. Akomodasi biasanya dengan mengubah jumlah pembelajaran yang harus ditunjukkan murid. Akomodasi yang umum antara lain , instruksi membaca bagi anak, memberi tanda pada kata penting (seperti garis bawah, atau jawab dua dari tiga pertanyaan berikut), tes tanpa batas waktu, dan tugas tambahan. Buat modifikasi , strategi ini mengubah cara pengajaran itu sendiri, dengan membuatnya berbeda dari  pengajaran untuk anak-anak lain, dalam rangka mendorong rasa percaya diri anak dan meningkatkan harapan kesuksesannya. Salah satu contoh modifikasi adalah suruh anak penderita dyslexia untuk memberikan laporan lisan, sedangkan anak lain harus melaporkan secara tertulis. Tingkat keterampilan organisasional dan belajar. Seperti telah kita singgung di atas , banyak anak penderita gangguan belajar tidak punya keterampilan organisasional yang bagus. Guru dan orang tua dapat mendorong mereka untuk membuat kalender jangka pendek dan jangka panjang dan  membuat daftar *hal-hal yang harus dilakukan* setiap harinya. Proyek ini harus dipecah menjadi elemen-elemen kecil dengan langkah dan tenggat waktu untuk setiap bagian (strichart & mangrum,2002). Ajarkan keterampilan membaca dan menulis . seperti telah disinggung di atas, tipe gangguan belajar paling umum adalah problem membaca. Pastikan bahwa menurut ahli , anak mengalami gangguan membaca, termasuk defisit dalam keterampilan membaca. Anak yang punya masalah dalam membaca sering kali membaca dengan sangat pelan, sehingga mereka perlu diberi petunjuk terlebih dahulu di luar penugasan membaca dan diberi lebih banyak waktu untuk membaca dikelas. Banyak anak yang mengalami gangguan membaca dan menulis bisa tertolong dengan menggunakan program pengolah kata (word processor) komputer. Alat pelengkap yang dapat dipakai antara lain kamus elektronik yang bisa bicara (seperti Franklin Language Master, yang member bantuan untuk mengeja dan membedakan kata yang mirip-mirip, misalnya pneumonia dengan nummonia dan memberi definisi untuk kata-kata yang membingungkan), pengolah kata bersuara yang bisa memberi umpan baik, dan rekaman. Beberapa agen akan merekam buku teks untuk anak dengan biaya murah.[22]
Menggunakan strategi semacam itu bukan berarti melebihkan anak penderita gangguan di atas anak lain. Strategi itu dimaksudkan agar murid yang mempunyai problem itu punya kesempatan belajar yang sama. Menyeimbangkan kebutuhan antara anak yang punya masalah belajar dengan anak yang tidak merupakan tugas yang sulit.
Bagi anak yang kurang mendengar, mereka ditempatkan pada deretan paling depan, agar suara guru masih keras didengar. Anak yang kurang pendengarannya disebelah kiri harus duduk pada meja sebelah kiri dan anak uang kurang pendengarannya di sebelah kanan harus duduk pada meja sebelah kanan, agar telinga mereka dapat berfungsi dengan baik. Dengan cara ini diharapkan mereka masih dapat mendengar suara-suara guru dan temannya.
Anak yang kurang penglihatannya/misalnya rabun jauh atau rabun dekat. Maka yang rabun jauh diletakkan pada meja paling depan dan mereka yang rabun dekat harus duduk pada meja paling belakang agar mereka dapat melihat tulisan atau bagan, pada papan tulis. Kepada mereka itu, apabila tidak mendapatkan placement dan perhatian guru, pasti akan mengalami kesulitan belajar. Sebab mereka tidak memproses rangsangan dari guru atau teman-temannya karena alat indera mereka kurang berfungsi.
Selanjutnya , kiat atau upaya untuk mengatasi kesulitan belajar yang dialami para siswa yang tergolong gifted child (anak cemerlang, sangat cerdas,dan berbakat), dan para siswa yang underachiever (berprestasi rendah) , guru bisa melihat kepada faktor-faktor yang memengaruhi belajar siswa, terutama faktor psikologis, seperti IQ ,bakat, minat, dan lain-lain (lihat faktor-faktor yang memengaruhi belajar). 
















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kesulitan belajar adalah suatu kondisiproses belajar yang ditandai hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar.
Secara umum penyebab kesulitan belajar siswa adalah : (1) faktor intern siswa, mencakup segala keadaan yang muncul dari dalam siswa sendiri, yang meliputi : Faktor fisiologi dan Faktor psikologi,  dan (2) faktor ekstern yang mencakup dari segala keadaan yang berasal dari luar diri siswa, yang meliputi: Faktor-Faktor Non Sosial dan Faktor-Faktor Sosial.
Diagnosis dilakukan dalam rangka memberikan soisul terhadap siswa yang mengalami kesulitan belajar. Dalam melakukan diagnostik, perlu ditempuh langkah-langkah sebagai berikut: Melakukan observasi kelas, memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa khususnya yang diduga mengalami kesulitan belajar, mewawancarai orang tua atau wali untuk mengetahui hal-hal keluarga siswa yang mungkin menimbulkan kesulitan belajar, Memberikan tes diagnostik bidang kecakapan tertentu untuk mengetahui hakekat kesulitan belajar yang dialami siswa, dokumentasi, memberikan tes IQ khususnya kepada siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar.
Mengenai cara mengatasi kesulitan belajar haruslah sesuai dengan kesulitan siswa, diantara salah satu contoh cara nya yakni apabila Anak yang kurang penglihatannya/misalnya rabun jauh atau rabun dekat. Maka yang rabun jauh diletakkan pada meja paling depan dan mereka yang rabun dekat harus duduk pada meja paling belakang agar mereka dapat melihat tulisan atau bagan, pada papan tulis. Kepada mereka itu, apabila tidak mendapatkan placement dan perhatian guru, pasti akan mengalami kesulitan belajar. Sebab mereka tidak memproses rangsangan dari guru atau teman-temannya karena alat indera mereka kurang berfungsi.

DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmadi, Widodo Supriyono, 2008, Psikologi Belajar. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.
John W.Santrock, 2008, Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Koestoer Partowisastro, Ahmad Hadi Suparto, 1986, Diagnosa dan Pemecahan Kesulitan Belajar, Jakarta:Erlangga.
Syaiful Bahri Djamarah, 2002, Psikologi Belajar. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.
Tohirin, 2005, Psikologi pembelajaran pendidikan agama islam. Jakarta: Rajawali Pres.




[1] Abu Ahmadi, Widodo Supriyono, Psikologi Belajar (Jakarta: PT RINEKA CIPTA,2008) ,77
[2] Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar (Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 2002), 201
[4] http://belajarpsikologi.com/pengertian-kesulitan-belajar/
[5] Tohirin, Psikologi pembelajaran pendidikan agama islam,(Jakarta: Rajawali Pres,2005), 143
[6]Koestoer Partowisastro, Ahmad Hadi Suparto, Diagnosa dan Pemecahan Kesulitan Belajar, (Jakarta:Erlangga,1986), 103-104
[7] Syaiful Bahri, psikologi belajar, (Jakarta:PT RINEKA CIPTA, 2011), 241
[8] Tohirin, Psikologi pembelajaran pendidikan agama islam,(Jakarta: Rajawali Pres,2005), 144
[9]  Abu Ahmadi, Widodo Supriyono, Psikologi Belajar (Jakarta: PT RINEKA CIPTA,1991),85
[10]Ibid.,86
[11]  Koestoer Partowisastro, Ahmad Hadi Suparto, Diagnosa dan Pemecahan Kesulitan Belajar, (Jakarta:Erlangga,1986), 104-106
[12] Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar (Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 2002), 202
[13] Abu Ahmadi, Widodo Supriyono, Psikologi Belajar (Jakarta: PT RINEKA CIPTA,2008) ,79
[14]Ibid., 144
[15] Ibid., 95
[16] Ibid.,96
[17] Tohirin, Psikologi pembelajaran pendidikan agama islam,(Jakarta: Rajawali Pres,2005), 145
[19] Opcit, 145
[20]Ibid.,146
[21]John W.Santrock, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2008),233
[22]Ibid., 234

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Labels

followers